Aduh Capeee Deeeeh!!
Sekarang memang musimnya orang nikah. Undangan bertubi tubi datang. Hampir setiap minggu aku mendapat undangan pernikahan kerabatku. Hari minggu itu aku di undang di sebuah resepsi pernikahan di daerah kemang.
Tempat resepsi itu tidak begitu besar. Namun sangat ramai. Hingga penuh sesak. Sampai sampai untuk mengambil makanan harus berdesakan sana sini. Tamu tamu undangan begitu banyak. Aku sendiri tidak terlalu kenal dengan kebanyakan tetamu. Yang punya hajat adalah salah seorang tetanggaku. Karena tidak enak akupun datang.
Bingung juga datang ke pesta seperti ini sendirian. Akhirnya akupun mencoba berkeliling keliling mencari makanan yang menarik selera. Ternyata itupun sulit karena begitu banyak tamu yang memenuhi ruangan. Ketika aku sedang berdesakan mengantri makanan kurasakan sebuah tangan berada persis di belahan pantatku. Ketika kutolehkan sedikit pandanganku ke belakang ternyata itu Pak Irawan salah seorang tetanggaku.
“Eh pak, sendirian” sapaku.
Ia terkejut karena punggung tangan nya berada persis di belahan pantatku. Aku hanya pura pura tidak tahu saja.
‘Mba Lily mana?” Tanyaku lagi.
Dengan sedikit terbata ia katakan bahwa istrinya itu tak bisa ikut karena ada undangan di tempat kerabat yang lain.
“Tetangga gak banyak yang datang ya kayanya” Lanjut Pak Irawan lagi.
“Iyah gak ada liat siapa siapa dari tadi” kataku sambil berbalik kembali dalam antrian.
Kurasakan Pak Irawan begitu dekat di belakangku. Aku diam saja. Sempat beberapa kali kurasakan nafas nya hangat di tengkukku. Ah biarlah hitung hitung amal pikirku geli.
Ternyata ia semakin dekat dan merapat ke tubuhku. Kurasakan punggung tangan nya beberapa kali menyapu pantatku seolah tak sengaja. Masih juga kubiarkan saja.
Kurasakan punggung tangan nya semakin intens. Mungkin ia sedang mencoba untuk mencari tahu reaksiku. Apakah aku benar benar tidak tahu apa yang di perbuatnya atau memang aku menerima. Berarti harus kuberi sinyal nih. Haha mulai rasa jahilku kumat.
Kutolehkan sedikit kepalaku kepadanya sambil berbisik
“Rame banget, jangan jangan sampai disana makananya habis lagi” kataku.
Pak Irawan yang tidak mendengar secara refleks mendekatkan kepalanya ke arah mukaku. Ia lupa kalau tangan nya masih berada di pantatku.
“Apa?” Katanya. Benar dugaan ku ia pasti tidak mendengar.
Kuulangi masih dengan berbisik bahwa suasana terlalu ramai.
Dia hanya menangguk angguk grogi. Namun kali ini tangan nya tidak di pindahkan nya. Alhasil selama mengantri makanan tangan nya terus berada di belahan pantatku. Walau tidak meremas tapi dapat kurasakan tekanannya beberapa kali yang memang di sengaja olehnya. Mungkin ia juga takut terlihat orang lain.
Setelah keluar dari antrian itu kami pun kemana mana ber dua karena memang tak ada lagi yang kami kenal datang ke undangan itu. Beberapa kali aku terdorong ke arahnya dengan payudaraku menempel pada lengan nya karena desakan orang orang di belakangku.
Seolah tak terjadi apa apa hal itu kubiarkan. Ternyata beberapa saat kemudian ia berani berinisiatif. Pak Irawan terkadang pura pura terdorong orang orang di belakangnya dan lengan nya beberapa kali menekan payudaraku. Aku hanya bersikap seolah tidak terjadi apa apa. Walau jelas sekali kadang ia melebih lebihkan dorongan nya. Jelas sekali ia hanya mencoba menyentuhkan punggung atau sisi lengan nya ke payudaraku ini.
Kami terus saja mengobrol tentang ini itu. Seolah olah sentuhan sentuhan yang terjadi itu tak ada. Sampai akhirnya hal itu terjadi. Lengan Pak Irawan sekali lagi terdorong menekan payudara sebelah kiriku. Namun kini ia tidak mundur kembali ke posisi awalnya setelah orang di belakangnya lewat. Aku diam saja seolah tak ada yang terjadi.
Aku terus saja cerewet mengajak nya ngobrol ini itu. Tanya ini itu. Sampai ia grogi sendiri.
“Habis ini mau kemana?” Tanyanya dengan lengan nya masih menempel di dadaku.
“Ngga ada rencana sih” Kataku
:”Istriku kayanya pulangnya malam”
“OOO” kataku tanpa mencoba memancing
Ah Pak Irawan benar benar salah tingkah kubuat. Untuk mengajakku ia tampak tak berani. Kubiarkan saja ia dalam diam.
“Kalau gak ada acara, temanin aku aja” Katanya akhirnya dengan nada mengambang.
“Boleh aja”
Ternyata ia terdiam. Mungkin kaget mendengar jawabanku yang spontan. Mungkin di otaknya sedang berpikir panjang mencari alasan yang bagus. Sementara aku menjawab ‘boleh’ begitu cepat.
“Memangnya mau kemana?” Tanyaku
Ia pun tergagap.
“Ngga tau juga sih, Cuma kayanya malas aja pulang” Kata Pak Irawan Lagi “Kalau kita nonton aja gimana?”
“Boleh” kataku mengangguk.
Beberapa saat kemudian pun kami keluar dari ruang pesta dan menuju mobil Pak Irawan. Ternyata Pak Irawan tidak ada niat untuk mengajakku nonton di bioskop. Melainkan di sebuah Movie Box di bilangan Kebayoran.
“Nonton nya disini aja ya, Aku risih kalau ada yang liat di tempat ramai” Katanya
“Gak papa pak aku ngerti kok” Kataku sambil tersenyum
“Mau nonton apa?”
“Terserah aja Pak, kataku sambil lihat lihat barang barang yang ditawarkan di etalase”
Kamipun di bawa ke sebuah ruangan 4 x 4 dengan pendingin ruangan yang sejuk. Sebuah Plasma TV dengan layar lebar ada disana. Tak berapa lama sebuah Film Drama percintaan diputar. Kami duduk hampir berhimpitan. Walau tak terlalu rapat. Karena Sofa yang ada hanya cukup diduduki dua orang. Pak Irawan pun duduk hampir ditengah dan hanya menyisakan tempat yang sedikit untukku.
“Dik Karen ini ternyata orangnya terbuka ya” Katanya memecah keheningan.
“Terbuka gimana maksudnya pak?”
“Ya beda dengan Istriku. Konservatif, Kita bisa berteman kan”
Aku hanya senyum dan mengangguk ke arahnya.
Akhirnya ia mulai berani dan melingkarkan tangan nya diatas bahuku.
“Ngga papa kan tangan ku disini” Katanya penuh harap
“Ngga papa pak” Kataku hampir tertawa.
“Ngga ada yang marah kan?”
“Kan ga ada yang lihat” kataku teratawa betulan.
Rupanya Pak Irawan ini tidak punya banyak keberanian. Film pun habis begitu saja dengan hanya aku dirangkulnya. Terkadang dia mengenduskan napasnya di leherku. Itu saja tak ada yang lebih.
“Nonton 1 Film lagi mau?” Katanya
“Boleh aja” Kataku
Ia pun keluar dengan girang dan memesan untuk di putarkan sebuah film lain. Dan beberapa menit kemudian kembali duduk disampingku.
Kali ini ia tidak menyia-nyiakan kesempatan. Pipiku di kecupnya.
“Maaf ya Dik, aku ga sengaja”
“Gak papa, Pak”
“Dik Karen ngga keberatan?” Waduh daritadi juga ngga pak kataku dalam hati sambil tersenyum.
“Dik Karen, tau gak, Dik Karen itu kalau paki pakaian selalu menarik”
Gaun Pestaku yang model halter memang menonjolkan belahan payudaraku yang cukup rendah.
“Ah, Mba Lily juga cantik kok Pak”
“Tapi ngga seseksi dan seberani Dik Karen” Katanya sambil memandang ke arah Cleavage ku.
“Lily mana punya baju seperti ini” Katanya lagi.
“Ya orang kan beda beda pak”
Beberapa saat kami terdiam lagi. Beberapa kali ia mencium pipiku ringan.
“Orang bule sering ngga pakai beha ya Dik” katanya ketika di tv ada adegan wanita sedang di lepas atasannya. Dan ternyata tidak mengenekan bra.
“Ah orang kita juga banyak Pak”
“Masa sih, Apa ngga malu?” Katanya pura pura heran.
“Ya tergantung orangnya lah” Kataku asal saja.
“Kalau Dik Karen gimana?”
“Ya tergantung situasinya Pak. Kalau pakai baju kaya gini ya gak mungkin pakai beha kan” Kataku tertawa
“Pak Iwan lucuh ih” kataku lagi.
Tangannya mulai merayap turun dari bahuku ke sisi payudaraku di sebelah yang berlawanan dan diam disana. Tanpa meremas tanpa melakukan apa apa. Hanya parkir disana. Kuangkat tangan kananku sedikit agar memberi ruang gerak lebih leluasa kepadanya. Sekarang ia merangkulku tapi tanganya tidak lagi di pundakku, melainkan di bawah ketiakku.
Akhirnya ia mulai berani untuk meremas. Lucu juga tetanggaku yang satu ini. Begitu takut takut akan tidakan selanjutnya. Benar benar mencari tahu apakah aku keberatan atau tidak untuk setiap langkah yang diambilya.
“Aku boleh cium Dik Karen?” Bisiknya tiba tiba
“Kan dari tadi udah Pak” kataku sambil menatap mukanya gemas.
“Di bibir?”
Aku tersenyum saja sambil mengangguk. Ditariknya tubuhku setengah berbaring di pangkuan nya sebelum ia menciumku dengan ganas. Dan tanganya benar benar bergerilya di payudaraku. Meremas dan memilin putingku. Sampai akhirnya benar benar pakaianku di lepaskan satu persatu.
Ketika kami berdua sudah telangjang bulat, dan aku sudah terlentang mengangkang lebar dan dia sudah siap menembus diriku ia bertanya
“Dik Karen ngga keberatan kan?”
“Aduuuh… capee deeh….!!!!!”
Tempat resepsi itu tidak begitu besar. Namun sangat ramai. Hingga penuh sesak. Sampai sampai untuk mengambil makanan harus berdesakan sana sini. Tamu tamu undangan begitu banyak. Aku sendiri tidak terlalu kenal dengan kebanyakan tetamu. Yang punya hajat adalah salah seorang tetanggaku. Karena tidak enak akupun datang.
Bingung juga datang ke pesta seperti ini sendirian. Akhirnya akupun mencoba berkeliling keliling mencari makanan yang menarik selera. Ternyata itupun sulit karena begitu banyak tamu yang memenuhi ruangan. Ketika aku sedang berdesakan mengantri makanan kurasakan sebuah tangan berada persis di belahan pantatku. Ketika kutolehkan sedikit pandanganku ke belakang ternyata itu Pak Irawan salah seorang tetanggaku.
“Eh pak, sendirian” sapaku.
Ia terkejut karena punggung tangan nya berada persis di belahan pantatku. Aku hanya pura pura tidak tahu saja.
‘Mba Lily mana?” Tanyaku lagi.
Dengan sedikit terbata ia katakan bahwa istrinya itu tak bisa ikut karena ada undangan di tempat kerabat yang lain.
“Tetangga gak banyak yang datang ya kayanya” Lanjut Pak Irawan lagi.
“Iyah gak ada liat siapa siapa dari tadi” kataku sambil berbalik kembali dalam antrian.
Kurasakan Pak Irawan begitu dekat di belakangku. Aku diam saja. Sempat beberapa kali kurasakan nafas nya hangat di tengkukku. Ah biarlah hitung hitung amal pikirku geli.
Ternyata ia semakin dekat dan merapat ke tubuhku. Kurasakan punggung tangan nya beberapa kali menyapu pantatku seolah tak sengaja. Masih juga kubiarkan saja.
Kurasakan punggung tangan nya semakin intens. Mungkin ia sedang mencoba untuk mencari tahu reaksiku. Apakah aku benar benar tidak tahu apa yang di perbuatnya atau memang aku menerima. Berarti harus kuberi sinyal nih. Haha mulai rasa jahilku kumat.
Kutolehkan sedikit kepalaku kepadanya sambil berbisik
“Rame banget, jangan jangan sampai disana makananya habis lagi” kataku.
Pak Irawan yang tidak mendengar secara refleks mendekatkan kepalanya ke arah mukaku. Ia lupa kalau tangan nya masih berada di pantatku.
“Apa?” Katanya. Benar dugaan ku ia pasti tidak mendengar.
Kuulangi masih dengan berbisik bahwa suasana terlalu ramai.
Dia hanya menangguk angguk grogi. Namun kali ini tangan nya tidak di pindahkan nya. Alhasil selama mengantri makanan tangan nya terus berada di belahan pantatku. Walau tidak meremas tapi dapat kurasakan tekanannya beberapa kali yang memang di sengaja olehnya. Mungkin ia juga takut terlihat orang lain.
Setelah keluar dari antrian itu kami pun kemana mana ber dua karena memang tak ada lagi yang kami kenal datang ke undangan itu. Beberapa kali aku terdorong ke arahnya dengan payudaraku menempel pada lengan nya karena desakan orang orang di belakangku.
Seolah tak terjadi apa apa hal itu kubiarkan. Ternyata beberapa saat kemudian ia berani berinisiatif. Pak Irawan terkadang pura pura terdorong orang orang di belakangnya dan lengan nya beberapa kali menekan payudaraku. Aku hanya bersikap seolah tidak terjadi apa apa. Walau jelas sekali kadang ia melebih lebihkan dorongan nya. Jelas sekali ia hanya mencoba menyentuhkan punggung atau sisi lengan nya ke payudaraku ini.
Kami terus saja mengobrol tentang ini itu. Seolah olah sentuhan sentuhan yang terjadi itu tak ada. Sampai akhirnya hal itu terjadi. Lengan Pak Irawan sekali lagi terdorong menekan payudara sebelah kiriku. Namun kini ia tidak mundur kembali ke posisi awalnya setelah orang di belakangnya lewat. Aku diam saja seolah tak ada yang terjadi.
Aku terus saja cerewet mengajak nya ngobrol ini itu. Tanya ini itu. Sampai ia grogi sendiri.
“Habis ini mau kemana?” Tanyanya dengan lengan nya masih menempel di dadaku.
“Ngga ada rencana sih” Kataku
:”Istriku kayanya pulangnya malam”
“OOO” kataku tanpa mencoba memancing
Ah Pak Irawan benar benar salah tingkah kubuat. Untuk mengajakku ia tampak tak berani. Kubiarkan saja ia dalam diam.
“Kalau gak ada acara, temanin aku aja” Katanya akhirnya dengan nada mengambang.
“Boleh aja”
Ternyata ia terdiam. Mungkin kaget mendengar jawabanku yang spontan. Mungkin di otaknya sedang berpikir panjang mencari alasan yang bagus. Sementara aku menjawab ‘boleh’ begitu cepat.
“Memangnya mau kemana?” Tanyaku
Ia pun tergagap.
“Ngga tau juga sih, Cuma kayanya malas aja pulang” Kata Pak Irawan Lagi “Kalau kita nonton aja gimana?”
“Boleh” kataku mengangguk.
Beberapa saat kemudian pun kami keluar dari ruang pesta dan menuju mobil Pak Irawan. Ternyata Pak Irawan tidak ada niat untuk mengajakku nonton di bioskop. Melainkan di sebuah Movie Box di bilangan Kebayoran.
“Nonton nya disini aja ya, Aku risih kalau ada yang liat di tempat ramai” Katanya
“Gak papa pak aku ngerti kok” Kataku sambil tersenyum
“Mau nonton apa?”
“Terserah aja Pak, kataku sambil lihat lihat barang barang yang ditawarkan di etalase”
Kamipun di bawa ke sebuah ruangan 4 x 4 dengan pendingin ruangan yang sejuk. Sebuah Plasma TV dengan layar lebar ada disana. Tak berapa lama sebuah Film Drama percintaan diputar. Kami duduk hampir berhimpitan. Walau tak terlalu rapat. Karena Sofa yang ada hanya cukup diduduki dua orang. Pak Irawan pun duduk hampir ditengah dan hanya menyisakan tempat yang sedikit untukku.
“Dik Karen ini ternyata orangnya terbuka ya” Katanya memecah keheningan.
“Terbuka gimana maksudnya pak?”
“Ya beda dengan Istriku. Konservatif, Kita bisa berteman kan”
Aku hanya senyum dan mengangguk ke arahnya.
Akhirnya ia mulai berani dan melingkarkan tangan nya diatas bahuku.
“Ngga papa kan tangan ku disini” Katanya penuh harap
“Ngga papa pak” Kataku hampir tertawa.
“Ngga ada yang marah kan?”
“Kan ga ada yang lihat” kataku teratawa betulan.
Rupanya Pak Irawan ini tidak punya banyak keberanian. Film pun habis begitu saja dengan hanya aku dirangkulnya. Terkadang dia mengenduskan napasnya di leherku. Itu saja tak ada yang lebih.
“Nonton 1 Film lagi mau?” Katanya
“Boleh aja” Kataku
Ia pun keluar dengan girang dan memesan untuk di putarkan sebuah film lain. Dan beberapa menit kemudian kembali duduk disampingku.
Kali ini ia tidak menyia-nyiakan kesempatan. Pipiku di kecupnya.
“Maaf ya Dik, aku ga sengaja”
“Gak papa, Pak”
“Dik Karen ngga keberatan?” Waduh daritadi juga ngga pak kataku dalam hati sambil tersenyum.
“Dik Karen, tau gak, Dik Karen itu kalau paki pakaian selalu menarik”
Gaun Pestaku yang model halter memang menonjolkan belahan payudaraku yang cukup rendah.
“Ah, Mba Lily juga cantik kok Pak”
“Tapi ngga seseksi dan seberani Dik Karen” Katanya sambil memandang ke arah Cleavage ku.
“Lily mana punya baju seperti ini” Katanya lagi.
“Ya orang kan beda beda pak”
Beberapa saat kami terdiam lagi. Beberapa kali ia mencium pipiku ringan.
“Orang bule sering ngga pakai beha ya Dik” katanya ketika di tv ada adegan wanita sedang di lepas atasannya. Dan ternyata tidak mengenekan bra.
“Ah orang kita juga banyak Pak”
“Masa sih, Apa ngga malu?” Katanya pura pura heran.
“Ya tergantung orangnya lah” Kataku asal saja.
“Kalau Dik Karen gimana?”
“Ya tergantung situasinya Pak. Kalau pakai baju kaya gini ya gak mungkin pakai beha kan” Kataku tertawa
“Pak Iwan lucuh ih” kataku lagi.
Tangannya mulai merayap turun dari bahuku ke sisi payudaraku di sebelah yang berlawanan dan diam disana. Tanpa meremas tanpa melakukan apa apa. Hanya parkir disana. Kuangkat tangan kananku sedikit agar memberi ruang gerak lebih leluasa kepadanya. Sekarang ia merangkulku tapi tanganya tidak lagi di pundakku, melainkan di bawah ketiakku.
Akhirnya ia mulai berani untuk meremas. Lucu juga tetanggaku yang satu ini. Begitu takut takut akan tidakan selanjutnya. Benar benar mencari tahu apakah aku keberatan atau tidak untuk setiap langkah yang diambilya.
“Aku boleh cium Dik Karen?” Bisiknya tiba tiba
“Kan dari tadi udah Pak” kataku sambil menatap mukanya gemas.
“Di bibir?”
Aku tersenyum saja sambil mengangguk. Ditariknya tubuhku setengah berbaring di pangkuan nya sebelum ia menciumku dengan ganas. Dan tanganya benar benar bergerilya di payudaraku. Meremas dan memilin putingku. Sampai akhirnya benar benar pakaianku di lepaskan satu persatu.
Ketika kami berdua sudah telangjang bulat, dan aku sudah terlentang mengangkang lebar dan dia sudah siap menembus diriku ia bertanya
“Dik Karen ngga keberatan kan?”
“Aduuuh… capee deeh….!!!!!”
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda